IBX5980432E7F390 Sejarah dan Jenis Perkutut Lokal Berdasarkan Daerahnya - Kicauan Burung Lovebird Ngekek

Sejarah dan Jenis Perkutut Lokal Berdasarkan Daerahnya

Sejarah dan Jenis Perkutut Lokal Berdasarkan Daerahnya - Berdasarkan fakta sulit dipungkiri bahwa perkutut telah  dijadikan klangenan raja-raja terdahulu, bahkan satria nasional Pangeran Diponegoro sangat menggemari burung ini. 

Banyak filosofi yang bisa kita pelajari dari perkutut, salah satunya ialah perkutut dalam satu ombyokan (sangkar yang berisi banyak perkutut) jarang sekali ada pertengkaran, artinya sebagai manusia kita juga harus saling menghargai terhadap sesama umat insan, filosofi yang lainnya yaitu perkutut makannya tidak rakus, sebagai gambaran dalam satu pakan, kulinernya tidak akan habis dalam satu ahad, bahkan mampu lebih, perkutut dikenal hewan yang sangat tahan menahan haus, dan lapar, artinya insan-pun harus mampu menjaga makannya tidak rakus, jangan karena punya uang banyak segala kuliner dibeli, dan dimakan, yang berujung kepada banyaknya penyakit, sebagaian besar penyakit karena kesalahan manusia sendiri lantaran pola makan yang salah.

Ada kisah yang melegenda dalam masyarakat Jawa perihal burung perkutut. Burung ini menurut kisahnya, merupakan jelmaan seorang pangeran yang pada zaman Kerajaan Majapahit dikenal dengan legenda Joko Mangu. Bermula dari hal itu maka lalu berkembang dalam tradisi masyarakat Jawa bahwa Burung Perkutut menjadi sakral keberadaannya. Bagi Priyayi Jawa, burung menjadi salah satu dari sapta brata yang harus dimiliki. Oleh karenanya masyarakat Jawa khususnya para laki-laki banyak yang memelihara burung atau kukilo khususnya burung perkutut.

Banyak pertimbangan mengapa masyarakat Jawa khususnya kaum lelakinya memelihara burung perkutut. Diantara aneka macam pertimbangan tersebut yaitu sekedar prestise hingga nguri-nguri pedoman adiluhung nenek moyang. Leluhur orang Jawa dulu sering memberi wejangan bahwa manuk (burung) terdiri dari unsur kata ma (manjing) dan nya (nyawa) yang artinya urip atau hidup. Wejangan itu lalu diterjemahkan dengan “aja mung ngoceh, nanging manggungo utawa yen ngomong kudu sing mentes” artinya kalau berbicara harus yang berisi.

Selama ini terdapat dua macam kategori orang yang gemar akan burung perkutut, ialah karena anggung (suara) dan karena cirimati (ciri baku) atau katuranggan. Orang yang menyukai burung perkutut lantaran anggung atau bunyinya kebanyakan akan diikutsertakan dalam lomba atau sekedar hanya untuk klangenan. Sementara yang suka burung perkutut lantaran cirimati atau katuranggan biasanya mempunyai dogma bahwa dengan memelihara burung perkutut akan bisa mendatangkan rezeki atau keberuntungan.

Konon iktikad masyarakat Jawa akan katuranggan, angsar atau tangguh burung perkutut dipengaruhi oleh legenda Joko Mangu. Diceritakan dalam legenda tersebut bahwa ketika zaman Kerajaan Majapahit dulu ada burung perkutut yang merupakan jelmaan Pangeran dari Pajajaran yang berjulukan Joko Mangu. Burung tersebut lepas dari Pajajaran dan terbang ke arah timur hingga ke Majapahit. Selanjutnya Burung Perkutut dengan nama Joko Mangu itu lepas lagi dari Majapahit dan terbang ke arah pesisir. Artinya pulung atau keberuntungan Majapahit lepas dan alhasil menuju ke arah pesisir hingga munculah Kerajaan Demak. Dari pesisir karenanya Joko Mangu terbang lagi dan menuju ke selatan dan ditemukan oleh Ki Ageng Paker dari Ngayogyakarta.

Dalam memelihara burung perkutut yang perlu dipersiapkan yaitu diri pribadi orang itu sendiri. Artinya, dogma akan katuranggan, pulung atau angsar dan tangguh harus tetap ditempatkan pada posisi yang semestinya. Kepercayaan akan Tuhan menjadi mutlak, melebihi dogma pada siapa dan apapun. Mengenai pulung atau wahyu, akan tiba dengan sendirinya, bila seseorang itu telah benar-benar tertata. Dalam dunia pewayangan selalu pulung sing nggoleki uwong, dudu uwong sing nggoleki pulung atau isi sing nggolek wadhah, dudu wadhah sing nggoleki isi.




Peter Carey seorang sejarawan asal inggris yang menulis sejarah Pangeran Diponegoro, dan atas perjuangannya babad Diponegoro menjadi warisan UNESCO, menulis bahwa Perkutut adalah hewan kesayangan Pangeran Diponegoro, sulit dipungkiri para pemimpin, dan  raja raja terdahulu tidak mengakibatkan perkutut menjadi klangenan, apalagi orang seolah-olah Pangeran Diponegoro yang berhasil menciptakan ketakutan yang berlebihan untuk pihak belanda. 


Berdasarkan kawasan di Indonesia perkutut bisa di lihat dari beberapa ciri fisiknya, secara lengkap bisa di lihat di bawah ini.


  • Pajajaran mencakup Jawa Barat, warna kekuningan dari bulu tubuh.

Jenis-Jenis Perkutut Berdasarkan Daerahnya


  • Majapahit terutama Malang dan Jember, warna dari bulu tubuh hijau bambu.


Jenis-Jenis Perkutut Berdasarkan Daerahnya


  • Demak Jawa Tengah belahan Utara, warna kaki kemerah merahan sampai genta dan kelopak mata.
  • Pajang Jawa Tengah antara G. Lawu sampai G. Merapi, warna kaki blawuk hingga genta dan kelopak mata.
  • Mataram Jawa Tengah pesisir Selatan KLaten hingga Cilacap, warna kakinya keputih putihansanpai ke genta, kelopak mata dan paruhnya yang pendek.
  • Sedayu Jawa Timur penggalan utara Tuban Bojonegoro, bulu berwarna semu merah hati.

Jenis-Jenis Perkutut Berdasarkan Daerahnya


  • Bali meliputi wilayah , warna alis  orange melingkar mata, lurik di bawah paruh, leher menyambung tidak putus.


Jenis-Jenis Perkutut Berdasarkan Daerahnya


Itulah sejarah dan beberapa jenis perkutut berdasarkan daerahnya di Indonesia yang kami ketahui. Semoga mampu menambah wawasan anda ihwal dunia perkutut.

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Sejarah dan Jenis Perkutut Lokal Berdasarkan Daerahnya"

Posting Komentar