Tradisi Falsafah Jawa Tentang Burung Perkutut
Tradisi Falsafah Jawa Tentang Burung Perkutut - Tradisi dan Falsafah Jawa
menyebutkan seorang lelaki sampaumur harus memiliki kelengkapan seorang
Priya sejati yang sempurna dalam tradisi Jawa yang berlatar kebudayaan
keraton yaitu mempunyai wisma (rumah/tempat tinggal), curiga (keris/
senjata andalan), kukila (burung), turangga (kuda/ kendaraan), gangsa,
dan garwa (istri/pendamping hidup). Burung Perkutut diyakini sebagai
burung yang disebut sebagai kukila dengan aneka macam pertimbangan tradisi
jawa.
Burung perkutut adalah hewan sakral dan penuh mitos
karena efek legenda Joko Mangu. Legenda tersebut menyatakan pada
jaman Kerajaan Majapahit ada burung perkutut milik Prabu Brawijaya V
(raja Majapahit terakhir) yang merupakan jelmaan Pangeran dari Pajajaran
yang berjulukan Joko Mangu.
Suatu hari Burung Perkutut dengan nama
Joko Mangu lepas dari kandang tetapi berhasil diketemukan kembali oleh
sang raja dalam perjalanannya di wilayah Yogyakarta. Tepatnya, ditemukan
di tempat kretek, dekat Imogiri, Kabupaten Bantul. Sejak saat itu
sampai kini, raja-raja Mataram keturunan Prabu Brawijaya penguasa
Majapahit selalu melestarikan dan mentradisikan kekukututan (memelihara
perkutut) dalam kehidupan Keraton Ngayogjakarta. Kekukututan dianggap
memiliki nilai-nilai budaya adiluhung. Sejak Juni 1990 burung
perkutut dijadikan maskot Propinsi DI Yogyakarta.
”Kukila sendiri itu berarti
manggung atau manuk anggung-anggungan. Dalam hal ini yaitu burung
perkutut. Kata manuk itu sendiri terdiri dari Ma (manjing) dan Nya
(nyawa), yang berarti urip. Karena itu para priyayi dulu sering memberi
wejangan kepada anak cucunya, ”Aja mung ngoceh, nanging manggunga.
Tegese yen ngomong kudu sing mentes.
Perkutut merupakan alat
pencipta kepuasan atau kenikmatan pribadi. Suara anggungannya mampu
memberikan suasana hening, teduh, kalem bahagia dan seolah-olah insan
dapat berhubungan dengan alam semesta secara langsung. Selain dari itu
perkutut memiliki keistimewaan luar biasa lantaran dianggap memiliki
kekuatan gaib yang mampu mempengaruhi pemiliknya. Banyak perkutut yang
berdasarkan katuranggan atau ciri mathi dipercaya memiliki pengaruh baik
(membawa keberuntungan) bagi si pemelihara.
Berbicara mengenai
Perkutut Katuranggan biasanya dikaitkan dengan Perkutut Lokal yang
diyakini mempunyai kekuatan mistik atau supranatural/ yoni menurut
kepercayaan orang-orang renta kita semenjak beratus-ratus tahun terutama pada
masyarakat tradisi Jawa dan bukan Perkutut Silang atau sering dikenal
Perkutut Bangkok yang banyak kita lihat dan pelihara dikala ini yang
diyakini sudah tidak lagi mempunyai kekuatan. Sehingga Perkutut
Katuranggan sering disebut burung alam mistik yang bisa memberikan rezeki,
kebahagiaan dan ketenteraman rumah tangga, pangkat dan jabatan, dll.
Baca juga : Panduan Budidaya Burung Perkutut di Sekolah Perkutut
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa burung perkutut dapat mendatangkan
manfaat positif dan negatif bagi pemiliknya atau orang yang
memeliharanya. Burung perkutut dipercaya ada yang punya katuranggan baik
dan tidak baik. Dalam Primbon Betaljemur Ada Makna, perkutut yang punya
katuranggan baik antara lain Srimangempel, Wisnucarita, Wisnumangenu,
Kusumawicitra, Pandhawa Mijil, Purnasidi, Murcujiwa, Minep Gedhong,
Gedhong Menga, Wisnumurti, Udanmas, dan Widahsana gastagasti.
Sedangkan turangga perkutut yang dianggap tidak baik antara lain
Bramasulur, Brama Sulurgenni, Bramakala, Bramakokap, Durgangerik,
Durgaanguwuh, Sanggabuwana, Lemburuwan, Cendhalasabda, dan
Wisnutinundhung.
Selain itu juga dikenal adanya tangguh perkutut,
yang terdiri Tangguh Pajajaran, Ki Joko Mangu (Majapahit), Tuban,
Mataram, Pajang, Sedayu, dan Tangguh Demak.
"Katuranggan" yang
dipercaya mempunyai titisan darah mistik, juga berdasarkan " Ciri mathi "
adalah ramalan dalam korelasi bentuk atau sifat tertentu seekor
perkutut, sehingga dipercaya mempunyai dampak baik (membawa
keberuntungan/rezeki, ketenteraman rumah tangga, pangkat, dlsb.)
Ketika Anda memelihara burung perkutut, anda harus menata diri pribadi
kita. Selain itu, yang utama kita harus percaya kepada Tuhan. Semoga bermanfaat.
*/ Diolah dari
berbagai sumber.
0 Komentar Untuk "Tradisi Falsafah Jawa Tentang Burung Perkutut"
Posting Komentar